1)Makanan
Berawal dari pandangan umum bahwa makanan di setiap wilayah tidak dapat dilepaskan dari tiga faktor penting, yaitu iklim, sumber daya alam, dan kebiasaan masyarakat. Di Indonesia, peta kuliner sangat beragam dan menarik. Selain tiga faktor di atas, saya yakin ada hal yang melatarbelakangi perkembangan budaya makan yang terkait dengan aspek-aspek historis, di samping kultur masyarakat. Selalu muncul pertanyaan yang menggelitik, mengapa suatu jenis makanan atau suatu raw material begitu identik dengan suatu kawasan tertentu.
Bali menjadi salah satu dari sekian kasus kuliner yang saya pandang unik dan menarik, karena –mungkin— selain dilandasi nilai-nilai sejarah dan budaya, khasanah kuliner Bali juga mengandung nilai religius. Sebagian besar orang luar Bali yang beragama Islam, selalu takut untuk mencoba mencicipi masakan Bali yang identik dengan babi. Masakan seperti lawar yang mengkombinasikan gudeg-urap khas Bali yang diberi darah babi mungkin tampaknya telah memberikan prediksi yang kuat pada masyarakat luar Bali yang ingin berkunjung ke tempat wisata ini untuk tidak mencicipi hidangan pulau dewata ini. Memang, saya memandang, untuk konsumsi orang Bali, daging babi masih digunakan. Terlebih lagi bagi umat Hindu, sapi (putih) termasuk hewan suci yang masih sakral dan tidak boleh disembelih. Hal inilah yang tampaknya membuat babi sebagai konsumsi daging utama (chiefly food) bagi sebagian besar masyarakat Bali.
Dalam kehidupan sosial di Bali ada tabiat orang yang disebut dalam bahasa Bali demen ajum. Umumnya orang yang bertabiat demen ajum kurang disenangi dalam pergaulan sosial di Bali, karena individu semacam itu hanya senang memuji diri dan selalu ingin dipuji.
Beberapa tahun lalu dilansir hasil suatu penelitian mengenai masyarakat Bali oleh ahli asing. Salah satu hasil penelitiannya bahwa orang Bali disebut demen ajum. Istilah demen ajum itu mungkin dapat diterjemahkan bangga pada kebaikan yang dimiliki. Hal itu sangat pantas, namun hendaknya kebanggaan itu cukup dibawa ke dalam hati saja. Yang lebih pantas lagi bersyukurlah kepada Tuhan atas kebaikan yang kita terima. Misalnya lahir dan tinggal di Bali, pulau mungil yang indah ini. Bersyukurlah pada Tuhan dan kebanggaan itu cukup di dalam hati. Wujudkanlah rasa syukur dan bangga itu dengan langkah nyata untuk memelihara keindahan Bali dengan budaya Hindunya. Jangan disombong-sombongkan di depan umum dan menganggap orang lain lebih rendah. Karena apa pun di dunia ini selalu ada lebih dan kurangnya. Setiap jengkal wilayah di bumi ini ada lebih dan kurangnya.
Dalam ajaran agama Hindu disebut hukum Rwa Bhineda. Tidak ada ciptaan Tuban yang tidak kena hukum Rwa Bhineda ini. Demikian juga termasuk Bali ini. Ada banyak hal baik yang patut kita panjatkan puji shukur kepada Tuhan. Tidak semua hal di Bali ini mutlak baik. Ada berbagai hal yang patut kita benahi bahkan ada hal-hal yang sangat memalukan. Meskipun demikian tidak perlu juga kita rendah diri pada hal-hal seperti itu. Karena di daerah lain pun ada hal-hal yang seperti itu. Sikap membangga-banggakan diri akan diikuti oleh sikap menyombongkan diri.
Di dalam kitab suci Bhagawad Gita XVI.16 disebut dambhah dan darpah. Dambhah artinya suka membangga-banggakan diri dan darpah artinya suka menyombongkan diri. Membangga-banggakan diri dengan memuji-muji diri di depan umum bahkan sampai merendahkan pihak lain, adalah kebiasaan asura. Demikian dinyatakan dalam Bhagawad Gita tersebut.
Memuji-muji diri di media umum sebagai orang Bali sungguh kurang tepat dilakukan dalam era kesejagatan ini. Sikap seperti itu akan memancing kecemburuan dan kebencian pihak lain. Kecemburuan itu dapat saja diwujudkan dalam bendana misalnya dengan merusak citra Bali. Di samping itu sikap memuji-muji diri di media umum dengan kesombongan, bukan merupakan kebiasaan manusia Bali. Itu adalah kebiasaan asura atau raksasa.
Berbagai kelebihan yang dimiliki oleh Bali adalah karena karunia Tuhan. Marilah kebanggaan itu kita ubah menjadi sikap memanjatkan puja dan puji syukur kepada Tuhan. Orang lain pun memiliki kelebihan cuma dalam bentuk berbeda. Memuji-muji diri, apalagi di media umum adalah kebiasaan kekanak-kanakan. Sifat dambhah dan darpah itu akan menutup karunia Tuhan karena sifat itu kebiasaan asura. Mengamankan Bali tidak bisa dilakukan dengan memuji-muji diri dengan sombong. Hal itu justru akan mengundang gangguan keamanan. Karena sikap sombong selalu memancing kebencian pihak lain. Pertahankanlah sikap religius, adil, objektif dan loyal kepada siapa pun. Sikap rendah hati yang mulia itu justru akan mendatangkan simpati dari semua pihak. Itulah sebenarnya warisan budaya Bali. Memuji-muji diri bukanlah tradisi yang berasal dari warisan leluhur orang Bali.
Sikap dambhah dan darpah menutup sinar suci Brahman yang selalu menganugerahi umat-Nya dengan perlindungan. Karena orang yang membangga-banggakan dan memuji-muji diri dengan sombong itu menyebabkan tertutupnya sinar kesucian Atman dalam diri untuk mencapai sinar suci Brahman. Karena itu kesombongan itulah sebagai sekat gelap menutupi sinar suci Brahman mencapai sinar suci Atman. Masalah keamanan Bali memang suatu persoalan yang menyangkut aspek sangat luas.
Salah satu yang dapat memancing gangguan keamanan adalah menyangkut sikap memuji-muji diri dengan kesombongan. Orang sombong banyak punya musuh dan akan kehilangan kreatifitas dan kewaspadaan karena merasa sudah di atas segala-galanya. Marilah kebiasaan memuji-muji diri dengan sombong itu kita tinggalkan.
Kebiasaan itu muncul karena ada beberapa aspek proses kehidupan di Bali yang memang sukses. Keberhasilan itu sesungguhnya hasil karya dari banyak pihak dan haruslah dianalisis dengan jujur. Yang paling utama adalah karena karunia Tuhan.
3.Nude Paintings from Bali
Nude Paintings yang artinya Lukisan Telanjang. Inilah yang menjadi kontraversi Undang-undang pornography di Bali. Lukisan Telanjang adalah hal yang dianggap tabu oleh sebagian besar orang Indonesia yang tinggal di luar Bali. Sementara di Bali, Lukisan Telanjang dinyatakan bebas di tempat-tempat umum di Pulau Bali. Undang-undang pornografi di Indonesia telah dilaksanakan selama lebih dari setahun yang lalu, tetapi tidak ada sumbatan di Bali. Unsur-unsur yang terkandung dalam undang-undang pornografi Indonesia yang bertentangan dengan kebiasaan orang-orang Bali dalam rutinitas sehari-hari, adat, dan bekerja.
Mandi bersama di tempat-tempat terbuka seperti di sungai dan pancuran alsewhere umum biasanya dilakukan oleh orang Bali. Karya seni Bali yang mengandung pornografi seperti seni patung dan lukisan Bali. Beberapa pakaian Bali dan T-shirt gambar juga memiliki rasa pornografi.
Bali hanya melakukan apa yang telah mereka lakukan kebiasaan mereka yang juga telah dilakukan oleh mereka anchestors. Mereka tidak berpikir untuk dysrespect hukum. Para wisatawan yang datang ke Bali juga bertindak dengan gaya hidup bebas dari budaya barat di Bali. Mendorong keras tentang pornografi undang-undang untuk dilaksanakan di Bali akan mendapat reaksi keras dari orang-orang Bali karena alasan akan merusak budaya dan pariwisata Bali. Tapi, saya berharap kondisi ini tidak akan dimanfaatkan oleh orang-orang yang datang ke Bali dengan di unresponsibility dan unrespection.
Terlepas dari itu semua, menurut saya Undang-Undang Pornography tetap bisa bisa diterapkan disegala lini demi mempertahan moral bangsa ini. Tentu dengan memasukkan unsur-unsur adat isitiadat di suatu daerah dan semoga tidak terkontaminasi oleh pemikiran barat.